Teks Atas Seribu Tahun Kesunyian

Aku selalu punya waktu untuk sabda dari api

yang membakar Sapardi sebelum ia sempat mengucapkan kata yang membuatnya menjadi penyair,

atau petuah dari air

yang menenggelamkan Barbarossa sebelum sempat ia mengangkat pedang yang membuatnya menjadi penakluk.

 

Tapi janganlah berlalu sabda itu daripadaku

karena hanya kerumunan burung kondor yang terbang berputar

di atas kepala yang akan kutemui sesudahnya

 

Mendadak ruang dan waktu memindahkan jasadku yang belum mati ke tengah pasir daga

Aku berteriak tapi tak ada yang mendengar

Aku adalah suara yang berseru-seru di padang gurun

tanpa siapa pun yang kepadanya harus kupersiapkan jalan.

Oase adalah ilusi dan pasir daga adalah teman sejauh mata memandang.

 

Aku berharap akan karavan yang mampir

di mana aku bisa menumpang hingga perhentian terdekat.

Begitu putus asa, bahkan aku akan mengangkat orang Moor pertama yang kulihat

sebagai saudara,

tetapi pasir daga tetap teman sejauh mata memandang.

 

Katakan pada Marquez

bahwa seribu tahun kesunyian ini lebih buruk dari percintaan stensil di masa kolera.

Katakan pada Dante

bahwa ia bukan satu-satunya yang pernah mengunjungi Inferno dan Purgatorio.

Aku baru saja sampai tadi siang dan tak bisa pulang.

 

(Siahaan, 2011)